Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Melawan Lupa; Penculikan dan Pembunuhan Theys H. Eluay Oleh Kopassus Bermotif Politik (Bagian II)

Theys Hiyo Eluay, pemimpin polik bangsa Papua Barat yang dibunuh Kopassus (Foto: Ist)
Pada 11 November 2001, tepatnya 13 tahun yang
lalu, Pemimpin Besar Bangsa Papua Barat, Dortheys Hiyo Eluay, ditemukan
tewas di Kilo Meter 9, Koya, Muara Tami, Jayapura. Belakangan diketahui,
Komando Pasukan Khusus telah menculik dan membunuhnya. Dibawah ini
laporan lengkap bagian kedua yang disusun Elsham Papua.
Oleh: Elsham Papua*
Profil Theys dan masa-masa menjelang kejadian 10 November 2001
Unsur lainnya adalah tindakan yang luar biasa yang ditujukan aparat
kepada sekelompok atau seseorang penduduk sipil. Secara khusus dalam
kasus Theys, terlihat sekali bagaimana penculikan dan pembunuhan dengan
perencanaan yang sangat matang dan rapih.
Profil Theys sebagai tokoh sipil, sekaligus tokoh adat yang
berpengaruh dijadikan sasaran karena berseberangan dengan pemerintah
Jakarta.
Karakter Theys Hiyo Eluay memang penuh kontroversi. Sepertinya ia
memiliki dua wajah, yakni wajah "se-olah-olah pro pemerintah Indonesia"
dan sekaligus "wajah Pro Papua Merdeka".
Kepada pihak pemerintah Indonesia, ia lihai tampil berbicara dengan
"bahasa budaya", sedang kepada massa rakyat Papua ia tampil mendorong
dengan "bahasa politik".
Yang sering ditekankan oleh Theys adalah perjuangan secara damai dan
dalam koridor sopan santun dan cinta kasih. Pada Oktober 1999 atas nama
tokoh adat dan Ondofolo Besar, Sereh, Sentani, dan Ketua Lembaga
Musyawarah Adat Papua dia mengangkat Yorris Raweyai sebagai Ketua
Lembaga Musyawarah Adat (LMA) cabang Jakarta.
Ketika ide Papua Merdeka muncul semarak seantero tanah Papua, bersama
Yoris Raweyai, (Ketua Pemuda Pansila) mendeklarasikan ide "One Nation,
Two Systems" bagi masa depan rakyat Papua, pada Agustus 1998, di Gedung
Bank Pembangunan Daerah (BPD) Provinsi Papua.
Theys juga terlibat dalam Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera 1969). Di
zaman Orde Baru, ia anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari
Fraksi Karya Pembangunan dalam tiga periode.
Namun setelah tidak dicalonkan lagi pada pemilihan umum 1996, dia
kembali bersuara keras tentang kemerdekaan Papua. Puncaknya terjadi
ketika Theys bersama rakyat Papua menyatakan dekrit dan mengibarkan
bendera Bintang Kejora pada 1 Desember 1999 dan 1 Mei 2000.
Dia juga menandatangani komunike politik pada Musyawarah Besar Dewan
Papua di Jayapura, 23-24 Februari 2000. Dan pada 29 Mei-4 Juni 2000 dia
mengelar Kongres Nasional II Rakyat Papua Barat, atau yang dikenal
sebagai Kongres Rakyat Papua, di Jayapura. Sekitar 3000 orang Papua dari
berbagai wilayah menghadiri peristiwa bersejarah tersebut.
Pada saat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) otonomi khusus
bagi provinsi Papua oleh DPR RI di Jakarta 20 Oktober 2001, Theys dan
Presidium Dewan Papua ikut hadir.
Mereka secara tegas menolak undang-undang Otonomi Khusus ini melalui
gerakan damai. Ketika itu, kepada wartawan berkali-kali almarhum Theys
mengatakan, “Otonomi Khusus bukan urusan saya. Saya tak mau menerima ide
Otonomi. Saya hanya berpikir soal Papua Merdeka.”
“Alasannya, pertama, karena kami lah yang punya kekayaan. Pemerintah
yang harus meminta kepada kami agar menyerahkan kekayaan. Kemudian
mereka membaginya, 80 persen untuk kami dan 20 persen untuk pemerintah
pusat."
"Kami yang mestinya membaginya. Kedua, di Kongres Rakyat Papua II,
rakyat tidak memberi mandat otonomi khusus. Jadi, yang harus kami
lakukan mengupayakan agar kemerdekaan dikembalikan,” kata Theys saat
itu.
Kepada Tempo Oktober 2001, Theys dengan
tegas mengatakan bahwa PDP adalah representasi seluruh rakyat Papua
kecil-besar, tua-muda, lelaki-perempuan, yang tinggal di dalam atau di
luar negeri, yang hidup atau pun yang mati, semua menghendaki
kemerdekaan Papua.
“Hanya segelintir yang tidak demikian, orang-orang semacam Freddy
Numberi yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Mereka menipu diri
sendiri, bangsa Papua, dan juga menipu Tuhan,” kata Theys.
Di Jakarta, para elit bersemangat dengan pengesahan RUU otonomi
khusus, tetapi di tanah Papua sendiri sejak Oktober sampai November 2001
ada operasi gabungan antara TNI-POLRI pada malam hari untuk menjaga
kemanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di wilayah hukum kota
Jayapura dan sekitarnya.
"Patroli Garnizun", istilah yang sering dikenal dalam suatu operasi
siaga-darurat ini melibatkan berbagai komponen institusi aparat keamanan
dari jajaran Polri dan TNI.
Operasi ini mirip dengan "operasi jam malam". Menurut hasil
monitoring ELS-HAM Papua, operasi ini melibatkan TNI Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Kopassus. Di kota Sentani dan sekitarnya, tempat
tinggal (alm) Theys Hiyo Eluay, operasi ini melibatkan Batayon Infantri
751 yang bermarkas di Polomo, Sentani.
Dampak operasi ini menyebabkan masyarakat kota Jayapura dan
sekitarnya resah dan takut keluar malam. Beberapa warga terutama dari
kalangan muda yang kedapatan keluar malam ditangkap dan diangkut dengan
truk miliki tentara dan mobil patroli ke pos-pos militer atau polisi
terdekat.
Ironisnya, almarhum Theys Hiyo Eluay, Ketua Presidum Dewan Papua
(PDP) diculik 10 November 2001 malam pukul 21.45 di tengah keramaian
kota Jayapura dan akhirnya dibunuh.
Berdasarkan investigasi, ELS-HAM Papua mendapat informasi dari (DW)
yang merupakan salah satu kurir TW yang selama ini bekerjasama dengan
Kopassus mengatakan bahwa pada 29 Oktober 2001, bertempat di kantor
cabang milik CV. Megapura Arso I, Jl. Trans Irian, mereka rapat bersama
Kopassus.
Salah satu agendanya adalah "rencana perlakuan jam malam" di daerah
Koya Timur, Tengah, dan Koya Barat. Alasannya adalah Kopassus sedang
mencari seorang anggota TPN (Tentara Pembebasan Nasional) yang membuat
onar di Koya.
Berdasarkan hasil rapat tersebut, TW dimintai untuk menyampaikan
kepada warga masyarakat yang lain untuk tidak boleh keluar malam di atas
pukul 21:00 - 06:00.
Selama 3 minggu patroli jam malam ini dilakukan oleh Polisi dan
Koramil setempat, Satuan Tugas (Satgas) Kodam I Bukit Barisan/126 yang
berada di daerah Arso, Muara Tami.
Pengumumam dimaksud baru akan dicabut sambil menunggu keputusan
selanjutnya sesuai situasi dan kondisi keamanan wilayah. Patroli
gabungan ini menandakan adanya semacam isolasi wilayah di sekitar tempat
kejadian perkara.
Seminggu sebelum peristiwa penculikan dan pembunuhan Theys H. Eluay
ada isu "Dracula". Isu ini muncul dari para pemilik warung makan di
sekitar Kota Raja, 1 kilometer dari arah lokasi penculikan dan 29
kilometer menuju arah ditemukannya mayat Theys Hiyo Eluay di Koya
Tengah.
Koran Cenderawasih Pos edisi 8, 9, 10
November 2001 memuat isu aksi "Dracula" secara berturut-turut. Akibat
berita "Drakula" tersebut kebanyakan warga panik, terutama keluarga
pemilik warung. Isu "Drakula" memang benar-benar meneror publik kota
Jayapura, Abepura dan sekitarnya agar tidak keluar malam (BERSAMBUNG)
Baca laporan bagian pertama: Melawan Lupa; Penculikan dan Pembunuhan Theys H. Eluay Oleh Kopassus Bermotif Politik (Bagian I)
*Laporan ini dibuat oleh Elsham Papua, dan diterbitkan pada 13
Desember 2001. Judul aslinya "Laporan Awal Penculikan dan Pembunuhan
Theys Hiyo Eluay Terencana dan Bermotif Politik". Laporan ini diedit
ulang oleh Oktovianus Pogau. Untuk mengetahui lebih jauh lembaga Elsham
Papua silakan kunjungi website lembaga "Elsham Papua"