Kematian Theys Eluay: Megawati Buat Masalah, Jokowi Harus Selesaikan
Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Tanggal 10 November, Indonesia peringati sebagai hari pahlawan. Orang Papua sejak 10 November 2001 peringati sebagai hari pahlawan juga. Tokoh sentral bangsa Papua, Dortheys Hiyo Eluay dibunuh militer Indonesia.
10 November 2014, di Yogyakarta, mahasiswa Papua dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) peringati 13 tahun kematian Theys. AMP Yogyakarta bikin nonton bersama dan diskusi. Melawan Lupa, itu tema yang diangkat.
Hari Minggu (10/11/14), Victor Mambor, pemimpin redaksi Jubi merilis artikel mengenai kematian Theys. Judulnya Kami Tak Pernah Lupa Pembunuhan 13 Tahun Lalu.
Sabtu, 10 November 2001, pukul 10.30 Waktu Papua (WP), Komandan Satgas Tribuana (Kopassus) Kol. Inf. Hartomo datang menjemput Theys Hiyo Eluay, pemimpin besar Papua,
di rumahnya. Berselang setengah jam kemudian, Theys berangkat dari
rumah menuju Hotel Matoa untuk mengikuti rapat Presidium Dewan Papua (PDP).
Namun pemimpin besar Papua
ini tak pernah pulang ke rumahnya di Sentani. Esok harinya, 11 November
2001, Theys Hiyo Eluay ditemukan sudah tak bernyawa dalam mobilnya di
KM 9, Koya, Muara Tami, Jayapura.
Tubuh Theys dalam posisi duduk terlentang dan kedua kakinya memanjang
ke depan. Di bagian pusat perutnya ada bekas goresan merah lembab. Tak
ada yang menyangkal, Theys meninggal karena dibunuh.
Mambor di tulisannya menjelaskan para pembunuh Theys hanya dikenai
hukuman yang paling berat 3 setengah tahun. Bahkan para pembunuh naik
pangkat.
Mambor mengutip penelitian Made Supriatna, seorang peneliti dan wartawan lepas menulis di situs indoprogress.com.
Hartomo (Akmil 1986) yang saat pembunuhan terjadi berpangkat Letkol,
sekarang sudah menyandang pangkat brigadir jenderal dan menjabat sebagai
Komandan Pusat Intel Angkatan Darat (Danpusintelad).
Terdakwa lain, Mayor TNI Donny Hutabarat (Akmil 1990), sempat
menjabat sebagai Komandan Kodim 0201/BS di Medan, dan sekarang menjabat
sebagai Waasintel Kasdam Kodam I/Bukit Barisan.
Sementara, Kapten Inf. Agus Supriyanto (Akmil 1991), yang juga
terlibat dalam pembunuhan itu, sempat menduduki jabatan sebagai komandan
Batalion 303/Kostrad.
Perwira terakhir yang terlibat dalam pembunuhan Theys adalah Lettu
Inf. Rionardo (Akmil 1994). Sekarang dia diketahui menjabat sebagai
Paban II Srenad di Mabes TNI-AD.
Sempat mendengarkan Emanuel Gobay bicara mengenai kematian Theys.
Gobay, seorang sarjana hukum. Ia saat ini bantu-bantu di Lembaga Bantuan
Hukum Yogyakarta. Ia menilai, negara belum memberikan rasa adil pada
hampir semua kasus HAM di Papua. Lebih-lebih soal kematian Theys Eluay.
"Kita semakin tidak percaya akan hukum yang ada di Indonesia.Tapi kita tidak bisa tinggal diam."
Dalam hati kecil, tampak sekali, Gobay telah pesimis negara yang
namanya Indonesia ini akan mengusut tuntas kasus pembunuhan seorang
Theys yang menurutnya pantas disebut bapak Demokrasi dan HAM Indonesia
yang dilupakan ini.
"Theys beraksi sebelum kran-kran jaminan demokrasi berupa hukum dan
undang-undang diluncurkan. Ia beraksi jauh sebelum Munir. Tapi Indonesia
lupakan dia. Mungkin karena ia juga menjadi ikon pemersatu dan
perjuangan kemerdekaan Papua, dianggap separatis dan dilupakan."
Mengenai pengadilan militer yang menghukum beberapa eksekutor
lapangan, Gobay kecewa. "Mereka (para eksekutor yang diadili) pelaksana
lapangan. Ada otak yang mengatur. Adili di pengadilan sipil, para
perancang dan otak di balik kematian Theys."
"Atau jangan-jangan negara Indonesia adalah otak di balik kematian Theys," tegas Gobay.
Theys tidak sendiri saat kematian. Sopir pribadinya, Aristoteles Masoka, juga hilang sejak kejadian itu. Sekarang 13 tahun.
Victor Mambor dalam tulisan yang sama menulis, ada kelompok
masyarakat sipil yang melakukan investigasi kasus pembunuhan almarhum Theys Eluay
ini berhasil menemukan saksi yang kemudian mengaku membawa Aristoteles
Masoka ke Markas Satgas Tribuana Kopassus di Hanurata-Hamadi.
Saksi ini mengaku berada di sekitar Perumahan Pemda I
Entrop-Jayapura, saat aksi penculikan terhadap Theys Hiyo Eluay terjadi.
Menurut saksi ini, mereka melihat sebuah mobil kijang berwarna gelap
menghadang sebuah mobil kijang yang juga berwarna gelap yang kemudian
diketahui milik Theys Eluay.
Dari mobil yang menghadang, dua orang turun lalu memukul Aristoteles
kemudian mencoba menariknya keluar pintu. Dua orang ini berhasil merebut
mobil yang ditumpangi oleh Theys Eluay. Mobil ini kemudian melaju dan berhenti sekitar 50 meter dari tempat kejadian. Tubuh Aristoteles terlempar keluar mobil.
Aristoteles berlari dan minta tolong kepada saksi. Saksi kemudian
membawa Aritoteles ke Markas Satgas Tribuana Kopassus di Hanurata-Hamadi
atas permintaan Aristoteles. Aristoteles diturunkan sekitar lima meter
dari markas Kopassus ini. Inilah informasi terakhir yang diketahui
tentang Aristoteles Masoka.
Elias Petege, aktivis HAM dari Papua
berkesempatan kami wawancarai. Petege menjelaskan, masa kepemimpinan
Jokowi yang datang dari payung partai PDI Perjuangan lebih pantas untuk
dituntut mengusut tuntas kasus ini.
"Rakyat Papua
tak lupakan kasus ini. Terindikasi Megawati di bawah payung PDI
Perjuangan menghabisi nyawa Theys dan Aristoteles Masoka waktu itu. Dan
kini Jokowi-JK berkuasa saat ini dibawah payung PDI. Karena itu Jokowi
harus selesaikan masalah warisan PDI Perjuangan," tegas Petege melalui
seluler.
Menurut Petege, kasus ini dilakukan secara terencana dan sistematis
oleh negara. "Karena itu, Komnas HAM harus berani membuka kembali hasil
tim pencari fakta dan menindaklanjutinya untuk mengungkap tuntas kasus
ini," jelasnya.
Menurut Petege, ada dua hal yang belum terungkap dari 13 tahun umur kasus ini.
Pertama, siapa dalang pembunuh Theys, karena 7 orang yang diadili di
pengadilan militer adalah pelaku lapangan, bukan pelaku utama atau
otak/pemikirnya. Ungkap siapa aktor/pelaku utama. Adili di pengadilan
sipil, bukan militer.
Kedua, ungkap dimana keberadaan Aristoteles Masoka, sopir pribadi
Theys yang hilang hingga saat ini tanpa jejak. Selidiki, temukan dan
adili di pengadilan sipil, siapa saja yang menghilangkan saksi kunci
peristiwa pelanggaran HAM ini.
"Megawati buat masalah. Jokowi harus berani menyelesaikannya saat ini," tegas Petege. (Topilus B. Tebai/MS)