Welcome to La Pago ★ Heart of Papua ★ Voice of the Free Papua Central Highlands Region of Papua ★ Perjuangan Melawan Antara Tipu dan Benar, Benar Melawan Tipu".
Headlines News :
Home » » Tahun 2014 Indonesia akan menghadapi lebih dari lima negara angkat masalah Papua.

Tahun 2014 Indonesia akan menghadapi lebih dari lima negara angkat masalah Papua.

Akhirnya Menlu RI Akui Vanuatu Dukung Papua

Akhir tahun 2013 ini datang pengakuan soal Papua. Selama ini pemerintah hanya melambungkan bantahan mereka tentang dukungan Papua Merdeka, kini Marty Natalegawa mengakuit negara Vanuatu sebagai sosok negara yang secara resmi memberi dukungan kepada masalah Papua.

Marty Natalegawa menjawab pertanyaan Natalia Santi dari Tempo, dalam wawancara terbatas di Jakarta, Jumat sore, 20 Desember 2013. “Kenyataannya, perkembangan dalam beberapa tahun terakhir dari dimensi luar negeri jauh lebih terkelola dibandingkan di masa lalu. Pihak yang meragukan tidak ada di tingkat negara, kecuali satu, yaitu Vanuatu. Itu pun karena masalah politik domestik mereka”.
 
Pengakuan Menlu RI soal dukungan Negara Vanuatu terhadap Masalah Papua karena pada forum Melanesian Spearhead Groub yang didalamnya PNG, Fiji, Salomon Island dan FLNKS telah meneken keanggotaan Papua pada KTT mereka. Dan tahun depan (2014), Indonesia akan menghadapi lebih dari lima negara angkat masalah Papua.


Dukungan Negara Vanuatu pada era Perdana Menteri Moana Karkas Kalosil, lebih maju ketimbang dari kalangan LSM nasional maupun Internasional. Menurutnya, Meskipun ada kelompok lembaga swadaya masyarakat di negara-negara, seperti Eropa, Inggris, Belanda, dan Australia, yang masih menyuarakan upaya kemerdekaan Papua. Namun, dia menyebutkan, pembukaan kantor-kantor pro-kemerdekaan Papua itu hanya sebatas konferensi pers. Sementara kondisi fisik kantor sebenarnya tidak ada. “Di Inggris, kantornya kosong. Di Belanda lebih kosong lagi. Setelah konferensi pers, sewa gedung, selesai, ditinggalkan,” kata dia. Menteri Luar Negeri menekankan tidak ada lagi negara lain yang mempermasalahkan Papua. 

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Marty Natalegawa, menegaskan ada tiga dimensi persoalan Papua yang kerap mendapat sorotan dari Internasional selama ini. Dimensi yang bisa memberi celah bagi komunitas internasional untuk mengecam Indonesia. Dimensi-dimensi tersebut antara lain soal hak asasi manusia, akses media asing ke Papua, serta masalah lingkungan.

Apa saja Gebrakan Negara Vanuatu Dukung Papua?

Walaupun blogger kompas ini tidak menaruh beranda khusus tentang Papua, Kompasianer yang kerap menyimak artikel penulis sebelumnya, tentu sudah ikuti langkah-langkah diplomatik negara Pasifik itu menyuarakan masalah Papua. Liputan tahun 2013 saja, ada sejumlah momentum yang digalang perdana Menteri Vanuatu untuk bicara masalah Papua. Melanesian Spearhead Groub, Forum Sidang Umum Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Forum negara-negara bekas jajahan Inggris (CHOGM).

Tahun 2013 memang momentum besar dan awal bagi pembukaan masalah secara bermartabat di dunia Internasional. Sementara, pemerintah Indonesia sendiri masih berkutat dengan persoalan otsus plus dan freeport, bahkan pemekaran daerah baru.
Pada tataran kualitas diplomatik, RI masih sebatas memantau gerakan Papua diluar negeri, sambil menunggu arahan dari Gedung Putih AS?. Sementara negara Pasifik yang dimaksudkan oleh Menlu RI tersebut, punya gebrakan keberpihakan pada kekuatan anti imperialisme dunia. Mendapat dukungan penuh dari negara Cina dan kekuatan penentang kapitalisme lainnya, Vanuatu beranjak dari realitas bahwa retorika pasar Bebas oleh Amerika Serikat dan sekutunya, sudah ketinggalan jaman.
Dunia Buka Mata Paska Gebrakan Vanuatu
Mendapat dukungan dari 70 organisasi sipil Rakyat Papua yang tergabung dalam Komite Nasional Pembebasan Papua Barat (WPNCL), negara Vanuatu pun terus melangkah jauh mengabarkan keadaan Papua. Dunia buka mata. Ada AHRC dari Hongkong yang berani publis fakta genosida Papua. Mereka sebut Amerika, Australia dukung Indonesia bantai orang Papua. Lanjut kemudian, Gubernur MCD Papua Nugini memimpin upacara pengibaran bendera bintang kejora di gedung kantor setempat. Tokoh dari AS sendiri menyatakan Genosida sedang terjadi di Papua Barat. Noam Chomsky On West Papua Indepence, menyebut negara barat punya kepentingan mengeruk kekayaan alam Papua, membunuh orang-orang disini.


Dengan demikian, masa depan Papua telah terpatri pada arah masa depan mereka. Kiblat Papua sudah jelas, ditangani dari kawasan Pasifik sebagi rumpun melanesia. Ganti rezim ganti kekuasaan. kehadiran AS dan sekutunya ke Papua, melibatkan kebijakan luar negeri yang akhirnya menistakan masalah akut bagi Tanah Papua. “Para bandit”, mengelurkan berbagai regulasi seperti kontrak karya freeport, proses pepera, operasi militer (DOM) dan otonomi khusus. Nasib Papua justru mengambang sampai sekarang. Ganti rezim Amerika (termasuk Indonesia yang mau menjadi budak AS) dan sekutunya dari kekuasaan mereka atas Papua.
 
kompasiana.com/papua-perspektif-paus-franciskus
Share this post :