IBLIS
ISLAM MELAKUKAN PEMAKSAAN UNTUK MENGIKUTI AJARAN IBLIS ALLOH SWT,INI
SALAH SATU KESAKSIAN DARI PERANGKAP JEBAKAN MAUT KESESATAN, SEBARKAN
KESELURUH DUNIA JUGA DI PAUA AGAR MEREKA SEGERA SADAR AKAN HAL TERSEBUT,
SEMOGA TUHAN SELALU MEMBERKATI ANDA SEKALIAN.
DEMI ISLAMISASI, PENIPUAN TERHADAP ANAK2 PAPUA PUN DIHALALKAN
----------------------------------------------------------
DEMIANUS DAN SETH GOBAY, ANAK KRISTEN PAPUA YANG SELAMAT DARI ISLAMISASI BERDALIH PENDIDIKAN GRATIS
JAKARTA - Ketika orang tua dari Demianus dan Seth Gobay meninggal di desa kecil mereka di Kabupaten Nabire, kira-kira lima tahun yang lalu, kedua anak ini bersama ke enam saudaranya tidak mampu untuk sekolah. Sehingga, ketika paman mereka yang telah lama menetap di Jawa, Jupri Gobay , menawarkan sekolah gratis untuk si anak bungsu, Demianus, keluarga itupun tidak melewatkan kesempatan tersebut. Namun. Demianus yang saat itu berumur lima tahun dijanjikan akan dibawa ke Jakarta ketika umurnya lebih tua.
Bagi Demianus, ini adalah sebuah petualangan. Tetapi berbeda dengan pendidikan yang dibayangkan, ketika tiba di Jakarta, anak muda Kristen ini dipaksa masuk Islam dan dibawa ke sebuah pesantren yang ketat. Di sana ia dipaksa belajar hal yang bertentangan dengan tujuan awal, yakni mempelajari agama Islam seperti cara melantunkan ayat-ayat Al-Quran dan berkhotbah tentang agama itu. Namanya kemudian diubah untuk membuatnya terdengar lebih Muslim, ia juga dilarang mengadakan kontak dengan keluarganya dan dipukuli jika dia menyimpang dari kurikulum pendidikan. Saat diwawancarai oleh Michael Bachelard, Demianus menunjukkan bekas luka di mana ia pernah dibakar dengan rokok akibat sebuah pelanggaran.
Beberapa tahun kemudian, tanpa sepengetahuan Demianus, kakaknya, Seth juga dibawa dari rumahnya di Nabire ke Jakarta. Pada akhir tahun 2013 lalu, dua anak laki-laki yang sekarang menjadi remaja ini akhirnya bersatu kembali setelah melarikan diri dari sekolah itu dengan bantuan seorang mahasiswa Papua. Cerita mereka merupakan bukti bahwa banyak anak-anak Kristen yang telah diambil dari Tanah Papua dan diajak masuk Islam, praktek ini secara resmi disangkali oleh Pemerintah Indonesia setelah terungkap dalam majalah Good Weekend-nya Fairfax tahun lalu.
Hal ini untuk pertama kalinya memperjelas adanya kesadaran dari elit politik Indonesia yang telah lama mengetahui adanya praktek seperti ini. Di Indonesia, pindah agama (dengan pemaksaan) kepada setiap orang terutama anak muda adalah hal yang melanggar hukum, dan PBB menganggap perpindahan walaupun itu hal kecil, seperti pendidikan sekalipun, merupakan sebuah perdagangan. Sekalipun pesantren As-Syafiiyah yang menjadi tempat "menimba ilmu" kedua anak laki-laki itu dijalankan oleh Tutty Alawiyah, mantan Menteri Peranan Wanita pada era pemerintahan Suharto dan kini menjadi seorang pembicara terkemuka.
Wanita yang dikenal sebagai Ibu Tutty ini menyatakan dirinya terlalu sibuk sehingga tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan "kecil'' seperti itu yang secara politis sangat terhubung dengan Jakarta. Di lain sisi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa pernah difoto saat bertemu dengan anak-anak Papua di sekolah tersebut, Menteri Agama Suryadharma Ali pernah memimpin perayaan di sekolah itu sedangkan, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menegaskan ia pernah menjadikan Demianus sebagai anak angkat.
Demianus adalah seorang anak desa yang naif ketika ia dibawa pergi oleh pamannya dengan kapal penumpang, Labobar. Selain dia ada sekitar 12 anak-anak Papua yang berada disekolah itu sebagian besar dari mereka adalah perempuan. Gadis-gadis Kristen itu diharuskan memakai jilbab. Setelah mereka tiba di Jakarta, Demianus mengatakan, kelompok itu dibawa ke sebuah masjid terdekat. Kemudian mereka diperintah untuk berpakaian Islami dan diajarkan untuk mengatakan ''syahadat", sebuah doa untuk mengkonversikan mereka ke Islam. Sejak saat itu, Demianus diberitahu oleh ulama bahwa namanya berubah menjadi "Usman ". Nama aslinya dianggap "haram" dan dilarang untuk digunakan. Dari pelabuhan, anak-anak itu dibawa ke berbagai pesantren di Jakarta dan Bogor.
Demianus dibawa ke As-Syafiiyah yang dikelola oleh Ibu Tutty. Ia mengakui telah tinggal selama dua tahun sebelum melarikan diri, kemudian ditangkap lagi dan dibawa ke pesantren lain di Bogor. Beberapa tahun kemudian, saudara tua Demianus, Seth juga dibawa ke Jakarta oleh paman mereka, Jupri Gobay. Ia mengatakan bahwa ia dan dua gadis yang berada dikapal telah dipaksa masuk Islam segera setelah kedatangan mereka di Jakarta.
Seth, sama seperti saudaranya tidak mengira pengalamannya akan seperti ini, meskipun Demianus lebih awal keluar dari pesantren itu. Mereka mengalami pengalaman yang sama. Bertahun-tahun kemudian, meskipun mereka terkurung di pesantren itu, cara hidup mereka identik. Keduanya bosan dengan pelajaran yang hanya terfokus pada studi agama dan nyanyian Arab. Mereka juga selalu dihukum karena terlambat dengan doa-doa mereka, juga akibat meninggalkan pesantren, menonton TV dan menggunakan internet. ''Mereka mengatakan kepada kami : Kau akan nakal jika kau pergi ke warnet'', kata Seth.
Demianus mengakui telah mengecap beberapa pesantren yang berbeda sehingga ia sulit untuk membedakan sekolah tempat kejadian itu terjadi. Tapi dikatakan, dirinya dipukuli pada kaki dengan bambu, di bagian belakang kepala dengan ikat pinggang sampai berdarah kemudian tubuhnya ditempeli abu rokok yang membara jika ia melawan. Sambil menunjukkan bekas luka melingkar di tangannya Demianus berujar, '' Jika kami tidak membaca Alquran dan berdoa pada waktu-waktu tertentu dalam sehari, kami dikurung dan kemudian [tubuh] dibakar [dengan rokok]." Seth, yang hanya sekolah di As-safiiyah, mengatakan ia juga dipukuli. Anak-anak dari Papua yang ada ditempat itu tidak diberikan akses ke telepon untuk menelepon keluarga mereka. Kesehatan mereka pun tidak diperhatikan, makanan yang diberikan secukupnya, sering terdapat kutu di nasinya, mereka juga tidak diperbolehkan untuk makan daging babi - yang secara tradisional merupakan makanan khas orang Papua. Ketika kami sakit, "mereka tidak melakukan apa-apa untuk kita", kata Demianus mengakui bahwa mereka sama sekali tidak memberikan perhatian kepada anak-anak Papua. Diakui Demianus, salah satu guru di As-Safiiyah, yaitu Usman Musa, selalu mengatakan kepadanya agar ketika dewasa nanti, ia diwajibkan untuk kembali ke Papua dan meng"Islamisasi"orang Papua.
Ibu Tutty Alawiyah yang dikenal karena berkerja untuk anak-anak dan anak yatim piatu. Menjadi pemilik pesantren As- safiiyah, yang didirikan oleh ayahnya, bersama dengan sekolah dan universitas Islam lainnya. Dia adalah Menteri Urusan Perempuan pada tahun-tahun terakhir pemerintahan Suharto dan pada tahun 2003 gagal menjadi calon presiden dari Partai Golkar. Stafnya menolak undangan untuk wawancara, dengan alasan bahwa dia terlalu sibuk dan juga menyatakan tidak menjawab daftar pertanyaan tertulis. Salah satu anggota staf bersikeras bahwa semua anak-anak yang datang ke sekolah mereka sebelumnya sudah menjadi muslim dari daerah asal mereka. Sebuah artikel di sebuah situs web Islam bernama ''Mualaf Centre Online'', menyatakan bahwa Ibu Tutty tidak peduli terkait islamisasi siswa non-muslim di sekolahnya. Anak-anak Papua yang berusia 5 hingga 18 tahun itu digambarkan sebagai "anak-anak kecil dan remaja berwajah ceria '' yang '' berkulit gelap dan dengan rambut keriting ''. Artikel itu juga mengatakan bahwa anak-anak itu merupakan "muslim baru".
Sebagai mayoritas Kristen, Etnis Melanesia di Papua secara bertahap, kalah jumlah, baik secara ekonomi dan sosial oleh migrasi dari daerah lain di Indonesia, Kini Papua juga harus menghadapi Islamisasi anak sebagai serangan langsung untuk menghapus identitas mereka. Meski hal ini merupakan pelanggaran HAM, kelompok Muslim dalam organisasi hak asasi manusia nasional Indonesia, Komnas HAM, telah membuat kasus ini menjadi sulit untuk diselidiki, meski isu-nya telah diangkat oleh media besar sekelas Fairfax. Usaha penutupan ini merupakan kemungkinan untuk menghilangkan keberadaan jaringan agen kecil yang mencari anak-anak non-muslim yang rentan. Tidak jelas apakah orang-orang ini dibayar untuk pekerjaan mereka, atau yang mungkin juga didanai, tetapi ada kecurigaan bahwa uangnya berasal dari hasil minyak dari Arab Saudi.
Paman dari kedua anak itu, Jupri Gobay, rupanya secara teratur melakukan perjalanan ke Papua dan menurut Demianus, Jupri sendiri sudah diboyong ke Jawa sebagai seorang anak dan diubah dan dididik dalam Islam. Saat dimintai untuk berkomentar, Jupri Gobay mengatakan bahwa ia hanya "membantu" anggota keluarga, sebelum mengakhiri panggilan.
Ibu Tutty bukan satu-satunya pejabat dari Jakarta yang ditemui Seth dan Demianus Gobay. Pada awal 2012 , Demianus melarikan diri dari pesantren dekat Bogor dan mulai hidup di jalanan di pinggiran Jakarta. Ia dibantu oleh sebuah keluarga yang kemudian membawa mereka bertemu dengan Menteri Kehutanan, Zulkifli, yang kemudian membawa Demianus untuk tinggal di rumahnya di Jakarta Timur. Zulkifli sendiri pernah menegaskan peristiwa ini dengan mengatakan bahwa anaknya sendiri, Ray, yang seorang mahasiswa , telah mendapati "Usman" dan dijadikan anak angkat karena dia memiliki hati yang baik. Dalam masyarakat elit di Jakarta, anak-anak Papua sering dianggap sebagai usaha mencari amal . Pada acara tahun lalu yang diselenggarakan oleh Ibu Tutty dengan 350 anak yatim , Menteri Urusan Ekonomi, Hatta Rajasa digambarkan telah membantu anak yatim sebagai '' salah satu cara kami untuk mendapatkan tiket ke surga ." [TheAge]
DEMI ISLAMISASI, PENIPUAN TERHADAP ANAK2 PAPUA PUN DIHALALKAN
----------------------------------------------------------
DEMIANUS DAN SETH GOBAY, ANAK KRISTEN PAPUA YANG SELAMAT DARI ISLAMISASI BERDALIH PENDIDIKAN GRATIS
JAKARTA - Ketika orang tua dari Demianus dan Seth Gobay meninggal di desa kecil mereka di Kabupaten Nabire, kira-kira lima tahun yang lalu, kedua anak ini bersama ke enam saudaranya tidak mampu untuk sekolah. Sehingga, ketika paman mereka yang telah lama menetap di Jawa, Jupri Gobay , menawarkan sekolah gratis untuk si anak bungsu, Demianus, keluarga itupun tidak melewatkan kesempatan tersebut. Namun. Demianus yang saat itu berumur lima tahun dijanjikan akan dibawa ke Jakarta ketika umurnya lebih tua.
Bagi Demianus, ini adalah sebuah petualangan. Tetapi berbeda dengan pendidikan yang dibayangkan, ketika tiba di Jakarta, anak muda Kristen ini dipaksa masuk Islam dan dibawa ke sebuah pesantren yang ketat. Di sana ia dipaksa belajar hal yang bertentangan dengan tujuan awal, yakni mempelajari agama Islam seperti cara melantunkan ayat-ayat Al-Quran dan berkhotbah tentang agama itu. Namanya kemudian diubah untuk membuatnya terdengar lebih Muslim, ia juga dilarang mengadakan kontak dengan keluarganya dan dipukuli jika dia menyimpang dari kurikulum pendidikan. Saat diwawancarai oleh Michael Bachelard, Demianus menunjukkan bekas luka di mana ia pernah dibakar dengan rokok akibat sebuah pelanggaran.
Beberapa tahun kemudian, tanpa sepengetahuan Demianus, kakaknya, Seth juga dibawa dari rumahnya di Nabire ke Jakarta. Pada akhir tahun 2013 lalu, dua anak laki-laki yang sekarang menjadi remaja ini akhirnya bersatu kembali setelah melarikan diri dari sekolah itu dengan bantuan seorang mahasiswa Papua. Cerita mereka merupakan bukti bahwa banyak anak-anak Kristen yang telah diambil dari Tanah Papua dan diajak masuk Islam, praktek ini secara resmi disangkali oleh Pemerintah Indonesia setelah terungkap dalam majalah Good Weekend-nya Fairfax tahun lalu.
Hal ini untuk pertama kalinya memperjelas adanya kesadaran dari elit politik Indonesia yang telah lama mengetahui adanya praktek seperti ini. Di Indonesia, pindah agama (dengan pemaksaan) kepada setiap orang terutama anak muda adalah hal yang melanggar hukum, dan PBB menganggap perpindahan walaupun itu hal kecil, seperti pendidikan sekalipun, merupakan sebuah perdagangan. Sekalipun pesantren As-Syafiiyah yang menjadi tempat "menimba ilmu" kedua anak laki-laki itu dijalankan oleh Tutty Alawiyah, mantan Menteri Peranan Wanita pada era pemerintahan Suharto dan kini menjadi seorang pembicara terkemuka.
Wanita yang dikenal sebagai Ibu Tutty ini menyatakan dirinya terlalu sibuk sehingga tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan "kecil'' seperti itu yang secara politis sangat terhubung dengan Jakarta. Di lain sisi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa pernah difoto saat bertemu dengan anak-anak Papua di sekolah tersebut, Menteri Agama Suryadharma Ali pernah memimpin perayaan di sekolah itu sedangkan, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menegaskan ia pernah menjadikan Demianus sebagai anak angkat.
Demianus adalah seorang anak desa yang naif ketika ia dibawa pergi oleh pamannya dengan kapal penumpang, Labobar. Selain dia ada sekitar 12 anak-anak Papua yang berada disekolah itu sebagian besar dari mereka adalah perempuan. Gadis-gadis Kristen itu diharuskan memakai jilbab. Setelah mereka tiba di Jakarta, Demianus mengatakan, kelompok itu dibawa ke sebuah masjid terdekat. Kemudian mereka diperintah untuk berpakaian Islami dan diajarkan untuk mengatakan ''syahadat", sebuah doa untuk mengkonversikan mereka ke Islam. Sejak saat itu, Demianus diberitahu oleh ulama bahwa namanya berubah menjadi "Usman ". Nama aslinya dianggap "haram" dan dilarang untuk digunakan. Dari pelabuhan, anak-anak itu dibawa ke berbagai pesantren di Jakarta dan Bogor.
Demianus dibawa ke As-Syafiiyah yang dikelola oleh Ibu Tutty. Ia mengakui telah tinggal selama dua tahun sebelum melarikan diri, kemudian ditangkap lagi dan dibawa ke pesantren lain di Bogor. Beberapa tahun kemudian, saudara tua Demianus, Seth juga dibawa ke Jakarta oleh paman mereka, Jupri Gobay. Ia mengatakan bahwa ia dan dua gadis yang berada dikapal telah dipaksa masuk Islam segera setelah kedatangan mereka di Jakarta.
Seth, sama seperti saudaranya tidak mengira pengalamannya akan seperti ini, meskipun Demianus lebih awal keluar dari pesantren itu. Mereka mengalami pengalaman yang sama. Bertahun-tahun kemudian, meskipun mereka terkurung di pesantren itu, cara hidup mereka identik. Keduanya bosan dengan pelajaran yang hanya terfokus pada studi agama dan nyanyian Arab. Mereka juga selalu dihukum karena terlambat dengan doa-doa mereka, juga akibat meninggalkan pesantren, menonton TV dan menggunakan internet. ''Mereka mengatakan kepada kami : Kau akan nakal jika kau pergi ke warnet'', kata Seth.
Demianus mengakui telah mengecap beberapa pesantren yang berbeda sehingga ia sulit untuk membedakan sekolah tempat kejadian itu terjadi. Tapi dikatakan, dirinya dipukuli pada kaki dengan bambu, di bagian belakang kepala dengan ikat pinggang sampai berdarah kemudian tubuhnya ditempeli abu rokok yang membara jika ia melawan. Sambil menunjukkan bekas luka melingkar di tangannya Demianus berujar, '' Jika kami tidak membaca Alquran dan berdoa pada waktu-waktu tertentu dalam sehari, kami dikurung dan kemudian [tubuh] dibakar [dengan rokok]." Seth, yang hanya sekolah di As-safiiyah, mengatakan ia juga dipukuli. Anak-anak dari Papua yang ada ditempat itu tidak diberikan akses ke telepon untuk menelepon keluarga mereka. Kesehatan mereka pun tidak diperhatikan, makanan yang diberikan secukupnya, sering terdapat kutu di nasinya, mereka juga tidak diperbolehkan untuk makan daging babi - yang secara tradisional merupakan makanan khas orang Papua. Ketika kami sakit, "mereka tidak melakukan apa-apa untuk kita", kata Demianus mengakui bahwa mereka sama sekali tidak memberikan perhatian kepada anak-anak Papua. Diakui Demianus, salah satu guru di As-Safiiyah, yaitu Usman Musa, selalu mengatakan kepadanya agar ketika dewasa nanti, ia diwajibkan untuk kembali ke Papua dan meng"Islamisasi"orang Papua.
Ibu Tutty Alawiyah yang dikenal karena berkerja untuk anak-anak dan anak yatim piatu. Menjadi pemilik pesantren As- safiiyah, yang didirikan oleh ayahnya, bersama dengan sekolah dan universitas Islam lainnya. Dia adalah Menteri Urusan Perempuan pada tahun-tahun terakhir pemerintahan Suharto dan pada tahun 2003 gagal menjadi calon presiden dari Partai Golkar. Stafnya menolak undangan untuk wawancara, dengan alasan bahwa dia terlalu sibuk dan juga menyatakan tidak menjawab daftar pertanyaan tertulis. Salah satu anggota staf bersikeras bahwa semua anak-anak yang datang ke sekolah mereka sebelumnya sudah menjadi muslim dari daerah asal mereka. Sebuah artikel di sebuah situs web Islam bernama ''Mualaf Centre Online'', menyatakan bahwa Ibu Tutty tidak peduli terkait islamisasi siswa non-muslim di sekolahnya. Anak-anak Papua yang berusia 5 hingga 18 tahun itu digambarkan sebagai "anak-anak kecil dan remaja berwajah ceria '' yang '' berkulit gelap dan dengan rambut keriting ''. Artikel itu juga mengatakan bahwa anak-anak itu merupakan "muslim baru".
Sebagai mayoritas Kristen, Etnis Melanesia di Papua secara bertahap, kalah jumlah, baik secara ekonomi dan sosial oleh migrasi dari daerah lain di Indonesia, Kini Papua juga harus menghadapi Islamisasi anak sebagai serangan langsung untuk menghapus identitas mereka. Meski hal ini merupakan pelanggaran HAM, kelompok Muslim dalam organisasi hak asasi manusia nasional Indonesia, Komnas HAM, telah membuat kasus ini menjadi sulit untuk diselidiki, meski isu-nya telah diangkat oleh media besar sekelas Fairfax. Usaha penutupan ini merupakan kemungkinan untuk menghilangkan keberadaan jaringan agen kecil yang mencari anak-anak non-muslim yang rentan. Tidak jelas apakah orang-orang ini dibayar untuk pekerjaan mereka, atau yang mungkin juga didanai, tetapi ada kecurigaan bahwa uangnya berasal dari hasil minyak dari Arab Saudi.
Paman dari kedua anak itu, Jupri Gobay, rupanya secara teratur melakukan perjalanan ke Papua dan menurut Demianus, Jupri sendiri sudah diboyong ke Jawa sebagai seorang anak dan diubah dan dididik dalam Islam. Saat dimintai untuk berkomentar, Jupri Gobay mengatakan bahwa ia hanya "membantu" anggota keluarga, sebelum mengakhiri panggilan.
Ibu Tutty bukan satu-satunya pejabat dari Jakarta yang ditemui Seth dan Demianus Gobay. Pada awal 2012 , Demianus melarikan diri dari pesantren dekat Bogor dan mulai hidup di jalanan di pinggiran Jakarta. Ia dibantu oleh sebuah keluarga yang kemudian membawa mereka bertemu dengan Menteri Kehutanan, Zulkifli, yang kemudian membawa Demianus untuk tinggal di rumahnya di Jakarta Timur. Zulkifli sendiri pernah menegaskan peristiwa ini dengan mengatakan bahwa anaknya sendiri, Ray, yang seorang mahasiswa , telah mendapati "Usman" dan dijadikan anak angkat karena dia memiliki hati yang baik. Dalam masyarakat elit di Jakarta, anak-anak Papua sering dianggap sebagai usaha mencari amal . Pada acara tahun lalu yang diselenggarakan oleh Ibu Tutty dengan 350 anak yatim , Menteri Urusan Ekonomi, Hatta Rajasa digambarkan telah membantu anak yatim sebagai '' salah satu cara kami untuk mendapatkan tiket ke surga ." [TheAge]